Hibah yang Dibuat oleh Penghibah yang Sedang Sakit atau Di Bawah Ancaman Sah

Hibah yang Dibuat oleh Penghibah yang Sedang Sakit atau Di Bawah Ancaman Sah by Kristoper Tambunan, S.H.,M.H.

Hibah bisa diartikan sebagai pemberian Cuma-Cuma seseorang, kepada orang lain semasa hidupnya. Jadi, Hibah baru sah mengikat penghibah, dan memberikan akibat hukum, sejak penghibahan tersebut diterima oleh penerima hibah. Berarti hibah harus dilakukan, ketika pemberi hibah dan penerima hibah masih hidup. Jadi, sepanjang hibah sudah dilakukan, lalu penerima hibah meninggal dunia, hibah itu tetap sah.

Hal yang perlu menjadi catatan kita, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hibah menjadi batal, yaitu antara lain:

  1. Hibah yang mengenai benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 1667 ayat (2) KUHPerdata).
  2. Hibah yang menyatakan si penghibah, tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain, suatu benda yang termasuk dalam hibah, dianggap batal. Yang batal hanya terkait dengan benda tersebut. (Pasal 1668 KUHPerdata).
  3. Hibah yang membuat syarat, bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain, di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar dilampirkan (Pasal 1670 KUHPerdata).
  4. Hibah atas benda tidak bergerak menjadi batal, jika tidak dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata).

Dalam hukum Indonesia, hibah memiliki syarat-syarat khusus untuk dinyatakan sah. Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1289k/Pdt/2019, terjadi pemberian hibah yang dilakukan oleh seorang bibi/tante kepada keponakannya. Di persidangan, saksi menyatakan pada saat dilakukannya hibah tersebut, si pemberi hibah dalam keadaan sakit ingatan, dan sudah sulit untuk mengenali orang disekitarnya. Apalagi Hibahnya tanpa adanya persetujuan dari ahli waris.

Karena Hibah ini bisa diidentikkan dengan Perjanjian, maka agar hibah tersebut dikatakan sah, dan mengikat secara hukum, hibah harus memenuhi empat syarat perjanjian diatur di

dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Untuk itu pelaksanaan hibah, haruslah dilakukan dengan mengikuti pengaturan di dalam syarat sah perjanjian ini. Ketika syarat sah perjanjian ini, dilanggar maka dapat menimbulkan akibat hukum. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka Hibah dapat dibatalkan oleh pihak yang berkepentingan, sedangkan apabila syarat objektif dinyatakan terlanggar maka Hibahnya menjadi batal demi hukum.

Dalam kasus ini, diketahui bahwa pemberi hibah yang sudah tua, bahkan sakit ingatan, dan sudah sulit untuk mengenali orang-orang disekitarnya, sehingga perlu diperhatikan mengenai: syarat sah perjanjian kedua yaitu kecapakan para pihak dalam perjanjian.

Ketentuan mengenai orang-orang yang dianggap tidak cakap hukum diatur di dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :

  1. Orang-orang yang belum dewasa;
  2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan atau harus ada wali;
  3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya, semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu.

Pasal 433 KUHPerdata, menjelaskan bahwa seseorang yang sudah dewasa, dapat ditaruh dibawah pengampuan (wali), apabila ia selalu berada di dalam keadaan gangguan mental, sakit otak, mata gelap, ataupun karena keborosonnya. Artinya, Orang-orang yang disebutkan dalam pasal ini, dinyatakan sebagai pihak yang tidak cakap hukum dan memerlukan pihak lain yaitu Wali, untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Bisa orang terdekatnya seperti keluarga.

Jadi, kalau Penghibah yang memberikan hibah, pada saat itu sedang sakit dan sudah pikun, maka Penghibah dapat dikategorikan, sebagai orang yang harus berada di bawah pengampuan (harus ada Wali), karena keadaan ingatannya yang sudah tidak dapat mengenali orang lain, termasuk kalau penghibah diancam/ada pemaksaan. Sehingga
dalam hal ini, syarat sah perjanjian mengenai cakap hukum terlanggar.

Artinya, hibah yang dibuat oleh seseorang yang sudah tua, sakit-sakitan, atau bahkan mengalami gangguan kognitif seperti demensia, dapat dianggap tidak sah karena kemungkinan kurangnya kecakapan hukum (Pasal 1320 KUHPerdata).

Selain itu, Pasal 1321 KUHPerdata mengatur bahwa persetujuan atau kesepakatan yang diberikan di bawah ancaman, paksaan, atau tipu muslihat adalah batal demi hukum. Oleh karena itu, jika hibah diberikan karena adanya tekanan, paksaan, atau ancaman, hibah tersebut dapat dibatalkan.

Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh:

  1. Gugatan Pembatalan Hibah ke Pengadilan:

Jika hibah sudah terjadi dan dibuat dalam bentuk akta notaris, Anda dapat mengajukan gugatan pembatalan hibah ke pengadilan. Gugatan ini didasarkan pada Pasal 1320 dan 1321 KUHPerdata, untuk menyatakan bahwa hibah tidak memenuhi syarat kesepakatan atau dilakukan di bawah ancaman atau tekanan. Termasuk Menggugat Notaris Jika Ada Kelalaian. Atau terdapat bukti bahwa notaris, tidak memastikan kondisi kesehatan atau kecakapan hukum pemberi hibah. Selain itu, anda juga bisa membuat pengaduan ke Majelis Kehormatan Notaris, atau gugatan hukum atas kelalaian notaris tersebut.

  • Melaporkan Dugaan Pemaksaan atau Ancaman ke Polisi.

Jika Anda mempunyai bukti, bahwa hibah dibuat karena ancaman atau paksaan, Anda bisa melaporkan hal ini ke pihak berwajib. Ancaman atau pemaksaan terhadap seseorang untuk melakukan perbuatan hukum seperti hibah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sesuai Pasal 368 KUHP tentang pemerasan/pengancaman.

Jadi, kalau anda pernah mengalami kasus serupa atau merasa ada yang tidak wajar dalam hibah yang sudah dibuat, anda bisa mengajukan Upaya hukum, baik secara perdata dengan cara mengajukan gugatan pembatalan hibah ke pengadilan negeri, atau mengajukan Upaya hukum secara pidana dengan membuat laporan polisi, kalau misalnya ada dugaan tindak pidana pemaksaan/ancaman, agar penghibah membuat hibah, atau misalnya ada pemalsuan hibah.

Silahkan klik Video di bawah ini:

Tags: No tags

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *